Kajian tentang Hakikat Manusia
Pandangan ilmu pengetahuan tentang kemampuan
manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya merupakan potensi
dasar yang memungkinkan manusia berfikir. Dengan berfikir manusia menjadi mampu
melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam
diri manusia merupakan akibat dari aktivitas berfikir. Ini berarti bahwa tanpa
berfikir, kemanusiaan manusia pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan
pernah ada.
Berfikir juga memberi kemungkinan
manusia untuk memperoleh pengetahuan, dalam tahapan selanjutnya. Pengetahuan
itu dapat menjadi fondasi penting bagi kegiatan berfikir yang lebih mendalam.
Semua ini dimaksudkan agar manusia dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu,
dengan tahu dia berbuat, dengan berbuat dia beramal bagi kehidupan. Semua ini
pendasarannya adalah penggunaan akal melalui kegiatan berfikir. Dengan berfikir
manusia mampu mengolah pengetahuan, dengan pengolahan tersebut, pemikiran
manusia menjadi makin mendalam dan makin bermakna, dengan pengetahuan manusia
mengajarkan, dengan berpikir manusia mengembangkan, dan dengan mengamalkan
serta mengaplikasikannya. Manusia mampu melakukan perubahan dan peningkatan ke
arah kehidupan yang lebih baik, semua itu telah membawa kemajuan yang besar
dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Dengan demikian kemampuan untuk
berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia merupakan makna pokok yang
terkandung dalam kegiatan berfikir dan berpengetahuan.
Para ahli telah banyak mengkaji
perbedaan antara manusia dengan makhluk-makhluk lainnya terutama dengan makhluk
yang agak dekat dengan manusia yaitu hewan. Secara biologis pada dasarnya
manusia tidak banyak berbeda dengan hewan, bahkan Ernst Haeckel (1834 – 1919)
mengemukakan bahwa manusia dalam segala hal sungguh-sungguh adalah binatang
beruas tulang belakang, yakni binatang menyusui, demimikian juga Lamettrie
(1709 – 1751) menyatakan bahwa tidaklah terdapat perbedaan antara binatang dan
manusia dan karenanya bahwa manusia itu adalah suatu mesin.
Jadi, nampak bahwa ada sudut pandang
yang cenderung merendahkan manusia, dan ada yang mengagungkannya, semua sudut
pandang tersebut memang diperlukan untuk menjaga keseimbangan memaknai manusia.
Blaise Pascal (1623 – 1662) menyatakan bahwa adalah berbahaya bila kita
menunjukan manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat binatang dengan
tidak menunjukan kebesaran manusia sebagai manusia. Sebaliknya adalah bahaya
untuk menunjukan manusia sebagai makhluk yang besar dengan tidak menunjukan
kerendahan, dan lebih berbahaya lagi bila kita tidak menunjukan sudut kebesaran
dan kelemahannya sama sekali.
Pendapat para ahli tentang manusia
yaitu:
a) Plato
(427 – 348). Dalam pandangan Plato manusia dilihat secara dualistik yaitu unsur
jasad dan unsur jiwa, jasad akan musnah sedangkan jiwa tidak, jiwa mempunyai
tiga fungsi (kekuatan) yaitu logystikon (berfikir/rasional, thymoeides
(Keberanian), dan epithymetikon (Keinginan)
b) Aristoteles
(384 – 322 SM). Manusia itu adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan
pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal fikirannya. Manusia itu adalah
hewan yang berpolitik (Zoon Politicon/Political Animal), hewan yang membangun
masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokan impersonal dari pada
kampung dan negara.
c) Ibnu
Khaldun (1332 – 1406). Manusia adalah hewan dengan kesanggupan berpikir,
kesanggupan ini merupakan sumber dari kesempurnaan dan puncak dari segala
kemuliaan dan ketinggian di atas makhluk-makhluk lain.
d) Ibnu
Sina (980 -1037 M). manusia adalah makhluk yang mempunyai kesanggupan : makan, tumbuh, ber-kembang biak, pengamatan hal-hal yang istimewa, pergerakan di bawah kekuasaan, ketahuan (pengetahuan tentang) hal-hal yang
umum, dan kehendak bebas. Menurut dia, tumbuhan hanya mempunyai kesanggupan makan, tumbuh, berkembang biak, serta hewan mempunyai kesanggupan makan, tumbuh, berkembang biak, pengamatan hal-hal istimewa, pergerakan di bawah kekuasaan.
e) Ibnu
Miskawaih. Menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai
kekuatan-kekuatan yaitu : Al Quwwatul Aqliyah (kekuatan berfikir/akal), Al Quwwatul Godhbiyyah (Marah), Al Quwwatu Syahwiyah (sahwat).
Jadi, manusia itu yaitu :
1) Secara
fisikal, manusia sejenis hewan juga
2) Manusia
punya kemampuan untuk bertanya
3) Manusia
punya kemampuan untuk berpengetahuan
4) Manusia
punya kemauan bebas
5) Manusia
bisa berprilaku sesuai norma (bermoral)
6) Manusia
adalah makhluk yang bermasyarakat dan berbudaya
7) Manusia
punya kemampuan berfikir reflektif dalam totalitas dengan sadar diri
8) Manusia
adalah makhluk yang punya kemampuan untuk percaya pada Tuhan
Dengan demikian nampaknya terdapat
perbedaan sekaligus persamaan antara manusia dengan makhluk lain khususnya
hewan, secara fisikal/biologis perbedaan manusia dengan hewan lebih bersifat
gradual dan tidak prinsipil, sedangkan dalam aspek kemampuan berfikir,
bermasyarakat dan berbudaya, serta bertuhan perbedaannya sangat
asasi/prinsipil, ini berarti jika manusia dalam kehidupannya hanya bergerak
dalam urusan-urusan fisik biologis seperti makan, minum, beristirahat, maka
kedudukannya tidaklah jauh berbeda dengan hewan, satu-satunya yang bisa
mengangkat manusia lebih tinggi adalah penggunaan akal untuk berfikir dan
berpengetahuan serta mengaplikasikan pengetahuannya bagi kepentingan kehidupan
sehingga berkembanglah masyarakat beradab dan berbudaya, disamping itu
kemampuan tersebut telah mendorong manusia untuk berfikir tentang sesuatu yang
melebihi pengalamannya seperti keyakinan pada Tuhan yang merupakan inti dari
seluruh ajaran Agama. Oleh karena itu carilah ilmu dan berfikirlah terus agar
posisi kita sebagai manusia menjadi semakin jauh dari posisi hewan dalam
konstelasi kehidupan di alam ini.
Terlalu banyak sebutan dan istilah
yang diberikan untuk makhluk-makhluk berakal pikiran ciptaan Tuhan, seperti
homo sapiens , homo rasional ,animal social, al-insan dan lain
sebagainya. Bentuk sebutan itu mencerminkana keragaman sifat dan sikap
manusia. Hal itu dapat terjadi karena didalam diri manusia itu sendiri
terdapat enam rasa yang menjadi satu, yaitu rasa intelek , rasa agama,rasa
susilah, rasa sosial, rasa seni dan rasa harga diri.
Maka tidak heran kalau sejak dulu
manusia tiada henti-hentinya berusaha membedakan antara unsur manusia yang
bersifat lahiriah dan maknawiah. Kebanyakan ahli filsafat yunani bependapat
bahwa ruh itu merupakan satu unsur yang harus, yang dapat meninggalkan badan.
Jika dia pergi dari badan, dia kembali ke alamnya yang tinggi, meluncur
keangkasa luar dan tidak mati, sebagai mana ungkapan phytagoras kepada
diasgenes.
Islam berpandangan bahwa hakikat
manusia merupakan perakitan antara badan dan ruh. Islam mengatakan dengan
tegas bahwa kedua substansi ini adalah substansi alam. Islam memandang
permasalahan roh/ruh merupakan suatu hal yang terbatas untuk dipelajari secara
mendalam. Hal itu menjadi landasan bukti walaupun banyak ilmu yang telah dimiliki
oleh manusia, namun sampai kapan pun ia tidak akan melebihi Tuhannya, dalam
kaitan masalah ruh.
Itulah yang membedakan hasil yang
telah dicapai islam dari segi sistem kerohaniannya yang tampak pada manusia
adalah sosok tubuhnya, dalam hal efektifitas dirinya bersumber pada jiwa dan
ruh. Karena itu hidup seorang muslim haruslah diarahkan atas kerjasama yang
sempurna antara kepentingan dan kebutuhan jasmani-rohani.
KEBUDAYAAN
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Pengertian
Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya
dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain,
yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan
mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan
lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut,
dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan
memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.
Unsur-unsur
Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai
komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan
kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
·
alat-alat
teknologi
·
sistem
ekonomi
·
keluarga
·
kekuasaan
politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada
4 unsur pokok yang meliputi:
·
sistem norma
sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk
menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
·
organisasi
ekonomi
·
alat-alat
dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah
lembaga pendidikan utama)
·
organisasi
kekuatan (politik)
Wujud
dan Komponen
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan
dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
·
Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
·
Aktivitas(tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
·
Artefak(karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki
beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :
·
Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
·
Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
·
Lembaga social
Lembaga social dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan social masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier
Lembaga social dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan social masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier
·
Sistem kepercayaan
Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.
Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.
·
Estetika
Berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu bagunan jenis apa saj harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai symbol yang arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
Berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu bagunan jenis apa saj harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai symbol yang arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
·
Bahasa
Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.
Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.
Hubungan Antara Unsur-unsur Kebudayaan
1.
Peralatan dan perlengkapan hidup
(teknologi)
2. Sistem
Mata Pencaharian
3. Sistem
Kekerabatan Dan Organisasi Sosial
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem
Kepercayaan
7. Agama
Samawi
8. Agama
Tradisional
9. American
Dream
10. Pernikahan
11. Sistem
Ilmu dan Pengetahuan
Penetrasi Kebudayaan
Yang dimaksud dengan penetrasi
kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya.
Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:
Penetrasi damai (penetration
pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan
jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua
macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya
khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak
mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat. Penyebaran
kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi,
atau Sintesis.
Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga
membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya,
bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli
Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua
kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesisadalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada
terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Penetrasi kekerasan (penetration
violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan
cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai
dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak
keseimbangan dalam masyarakat.
Wujud budaya dunia barat antara lain
adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya
warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan
Indonesia.
Cara
Pandang Terhadap Kebudayaan
Kebudayaan
sebagai peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami
gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan
awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya
ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang
dijajahnya.
Mereka menganggap 'kebudayaan'
sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut
cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan;
salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada
benda-benda dan aktivitas yang "elit"
seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau
mendengarkanmusik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk
menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari
aktivitas-aktivitas di atas.
Sebagai contoh, jika seseorang
berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit,
dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang
kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang
yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata
"kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang
eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur
norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang
memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan"
disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang
"dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak
berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat
seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat
tinggi (high
culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human
nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik
sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak
berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan-
dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai
perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan
menyimpangkan sifat dasar manusia.
Dalam hal ini, musik
tradisional (yang
diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan
hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai
suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial
menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku.
Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak
elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing
masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa
kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture)
atau pop
kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi
oleh banyak orang.
Kebudayaan sebagai
"sudut pandang umum"
Selama Era
Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya
mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme - seperti misalnya
perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan
perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran
Austria-Hongaria -
mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum".
Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya
memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat
diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan
antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau
kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli
antropologi telah
memakai kata kebudayaan dengan definisi yang
lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka
mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari
evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan
perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek
penelitian oleh para ahli sosiologi.
Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat
dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
Kebudayaan sebagai
mekanisme stabilisasi
Teori-teori
yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam
tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu
masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
Manusia
dan kebudayaan pasti saling ada keterkaitannya karena manusia memiliki tingkah
laku atau kegiatan yang berbeda beda dengan manusia yang tinggal ditempat lain
contohnya saja manusia indonesia yang kehidupannya dikenal sebagai manusia yang
suka bergotong royong dan bekerja sama. Selain dari itu, indonesia juga
terkenal dengan kebudayaan lain seperti contoh:
Upacara Garebeg diselenggarakan tiga
kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa yaitu pada tanggal dua belas
bulan Mulud (bulan ketiga), tanggal satu bulan Sawal (bulan kesepuluh) dan
tanggal sepuluh bulan Besar (bulan kedua belas). Pada hari hari tersebut raja
mengeluarkan sedekahnya sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas
kemakmuran kerajaan. Gunungan yang di arak dari keraton ke masjid agung sudah
berada dipendopo masjid untuk didoakan. Setelah selesai didoakan tak lebih dari
20 menit Gunungan langsung ludes dan yg tersisa tinggal puing dan beberapa
potongan gunungan yang berserakan. Membawa pulang bagian dari gunungan untuk
beberapa orang dipercaya membawa berkah.
http://www.kresinda.blogspot.com/2012/04/kajian-tentang-hakikat-manusia.html
http://www.id.wikipedia.org/wiki/kebudayaan#pengertian_kebudayaan
http://www.indonesia-tourism.com/forum/showthread.php?44151-Sekatenan-amp-Grebeg-Maulud-di-Solo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar