Minggu, 27 Maret 2016

Person Centered Therapy

A.    Latar Belakang Person Centered Therapy
Carl Ransom Rogers (1902-1987) pada awal tahun 1940 (Corey 1986:100; Corey 1995: 291-294) pada awal tahun 1940 mengembangkan teori yang disebut non-directive counseling (konseling non-direktif) sebagai reaksi atas pendekatan yang direktif dan pendekatan psikoanalitik. Teorinya adalah sebagai reaksi atas pendekatan yang direktif dan pendekatan psikoanalitik.
Rogers menentang asumsi dasar bahwa “konselor tahu apa yang terbaik“. Dia juga menentang kesahihan dari prosedur terapeutik yang telah secara umum bisa diterima seperti nasehat, saran, himbauan, pemberian pengajaran, diagnosis, dan tafsiran. Didasarkan pada keyakinannya bahwa konsep dan prosedur diagnostik kurang memadai, berprasangka, dan sering kali disalahgunakan, maka pendekatannya tidak dengan menggunakan cara tersebut. Konselor non-direktif menghindar dari usaha untuk melibatkan dirinya dengan urusan klien, dan sebagai gantinya mereka memfokuskan terutama pada merefleksi dan komunikasi verbal dan non-verbal dari klien. Asumsi dasarnya adalah bahwa orang itu secara esensial bisa dipercaya, memiliki potensi yang besar untuk memahami dirinya dan menyelesaikan masalah mereka tanpa intervensi langsung dari pihak terapis, dan bahwa mereka ada kemampuan untuk tumbuh sesuai dengan arahan mereka sendiri apabila mereka terlibat dalam hubungan terapeutik. Sejak semula ia menekankan kepada sikap dan karakteristik pribadi terapis dan kualitas hubungan klien sebagai penentu utama dalam prosedur terapeutik. Secara konsisten ia mengarahkan kepada posisi yang sekunder seperti pengetahuan terapis tentang teori dan teknik. Non-directive counseling tersebut oleh Rogers didasarkan pada konsep psikologi humanistik yang juga dapat diklasifikasikan sebagai cabang perspektif eksistensialis.
Rogers (dalam Corey 1988) memandang manusia sebagai individu yang tersosialisasi dan bergerak ke depan, berjuang untuk berfungsi sepenuhnya, serta memiliki kebaikan yang positif. Dengan asumsi tersebut pada dasarnya manusia dapat dipercayai, kooperatif dan konstruktif, tidak perlu ada pengendalian terhadap dorongandorongan agresifnya. Implikasi dari pandangan filosofis seperti ini, Rogers menganggap bahwa individu memiliki kesanggupan yang inheren untuk menjauhi maladjustment menuju ke kondisi psikologis yang sehat, konselor meletakkan tanggung jawab utamanya dalam proses terapi kepada klien. Oleh karena itu konseling client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan-keputusan, sebab klien merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya, dan pantas menemukan tingkah laku yang pantas bagi dirinya.
B.     Tujuan Person Centered Therapy
Person Centered Therapy bertujuan untuk membina kepribadian klien secara integral, berdiri sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri.
Kepribadian yang integral adalah struktur kepribadiannya tidak terpecah, artinya sesuai antara gambaran tenteng diri yang ideal (ideal-self) dan dengan kenyataan diri sebenarnya (actual-self). Kepribadian yang berdiri sendiri adalah yang mampu menentukan pilihan sendiri atas dasar tanggung jawab dan kemampuan. Tidak tergantung pada orang lain. Sebelum menentukan pilihan tentu individu harus memahami dirinya, dan menerima keadaan dirinya.

C.    Karakteristik Person Centered Therapy
1)      Karakteristik Konseling
Wawancara (Interview) merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik. Secara umum konseling person centered mempunyai karakteristik sebagai berikut :
·         Fokus utama adalah kemampuan individu dalam memecahkan masalah buka terpecahkan masalah.
·         Lebih mengutamakan sasaran perasaan daripada intelek.
·         Masa kini lebih banyak diperhatikan daripada masa lalu.
·         Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling.
·         Proses terapi merupakan penyerasian antara gambar diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri sesungguhnya.
·         Hubungan antara klien dan konselor merupakan situasi pengalaman teurapeutik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
·         Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif reflektif.

2)      Karakteristik konselor
Konselor yang efektif dalam konseling person centered adalah seseorang yang dapat mengembangkan sikap dalam organisasi pribadinya dan dapat menerapkan secara konsisten dengan teknik konseling yang digunakan. Karakteristik konselor yang efektif adalah :
·         Berupaya untuk memahami apa yang dikatakan klien dalam kaitan isi dan perasaan dan kemudian mengkomunikasikan pemahaman ini kepada klien.
·         Menafsirkan apa yang telah dikatakan klien dengan menawarkan sintesis perasan yang telah dikemukakan.
·         Menerima apa yang telah dikatakan klien dengan impilikasi bahwa apa yang telah dikatakan itu telah dipahami.
·         Setelah masalah jelas dapat menerapkan hubungan teurapeutik, situasi yang diharapkan, dan batas hubungan konselor klien.
·         Berusaha menampilkan gesture dalam hubungan dengan klien
·         Menjawab pertanyaan dan memberi informasi.
·         Secara aktif berpartisipasi dalam situasi terapik.

3)      Teori Kepribadian Dalam Konseling Berpusat Pada Person
Menurut Rogers cara mengubah dan perhatian terhadap proses perubahan kepribadian jauh lebih penting daripada karakteristik kepribadian itu sendiri. Baginya focus dalam masa sekarang itu lebih baik daripada mengingat kembali lagi pada masa lampau, karena bagi Rogers kejadian masa lampau akan sangat mempengaruhi kepribadian.
Selain itu Rogres memiliki pandangan-pandangan khusus mengenai kepribadian, yang sekaligus menjadi dasar dalam menerapkan asumsiasumsi terhadap proses konseling. Menurut Rogres terdapat tiga unsur yang sangat esensial dalam hubungan dengan kepribadian, yaitu, self, medan fenomenal,dan organisme.
Rogers membagi Kepribadian menjadi dua bagian, yaitu :
·         Karakteristik Pribadi Sehat Pribadi yang sehat menurut konseling berpusat pada person (Person Centered) adalah :
1.      Kapasitas untuk memberikan toleransi pada apapun dan siapapun.
2.      Menerima dengan senang hati hadirnya ketidakpastian dalam hidup.
3.      Mau menerima diri sendiri dan orang lain.
4.      Spontanitas dan Kreatif.
5.      Kebutuhan untuk tidak dicampuri orang lain dan menyendiri (privacy).
6.      Otonomi; kapasitas untuk menjalin hubungan antar pribad yang mendalam dan akrab.
7.      Mempunyai kepedulian yang tulus pada orang lain.
8.      Mempunyai rasa humor.
9.      Terarah dalam diri sendiri.
10.  Mempunyai sikap terbuka dalam hidup.

·         Karakteristik Pribadi yang Tidak sehat
Karakteristik Pribadi yang Menyimpang menurut Person Centered adalah:
1.      Adanya ketidaksesuaian antara persepsi diri dan pengalamannya yang riil.
2.      Adanya ketidaksesuaian antara bagaimana dia melihat dirinya (self concept) dan kenyataan atau kemampuannya.

·         Self
Carl Rogers mendeskripsikan the self sebagai sebuah konstruk yang menunjukan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. Konsep pokok dari teori kepribadian Rogers adalah self, sehingga dapat dikatakan self merupakan satu-satunya sruktur kepribadian yang sebenarnya.
Self ini dibagi 2 yaitu : Real Self dan Ideal Self. Real Self adalah keadaan diri individu saat ini, sementara Ideal Self adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu tersebut. Perhatian Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih kongruen.

Self atau konsep self adalah konsep menyeluruh yang ajeg dan terorganisir tersusun dari persepsi ciri-ciri tentang “I” atau “me” (aku sebagai subyek atau aku sebagai obyek) dan persepsi hubungan “I” atau “me” dengan orang lain dan berbagai aspek kehidupan, berikut nilai-nilai yang terlibat dalam persepsi itu. Konsep self menggambarkan konsepsi orang tentang dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya. Konsep self juga menggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal.6

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep diri ( self concept ) adalah merupakan gambaran sesorang tentang dirinya sendiri. Gambaran yang lengkap tentang dirinya meliputi berbagai kemampuan, kelebihan sifat-sifat dan bagaimana hubungan dirinya dengan lingkungannya sehingga ia sadar dan mengenal akan dirinya sendiri.

·         Medan Fenomenal
Medan fenomenal (fenomenal field) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang pernah dialaminya, baik yang disadari maupun yang tidak disadari, tergantung dari pengalaman-pengalaman tersebut dilambangkan atau tidak. Pengalaman terdiri atas peristiwaperstiwa yang diperoleh dari pengamatan dan dari apa yang pernah dilakukan oleh individu tersebut. Pengalaman ada yang bersifat internal yaitu persepsi mengenai dirinya sendiri dan pengalaman yang bersifat eksternal yaitu persepsi mengenai dunia luarnya.

Pengalaman-pengalaman yang terjadi antara individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda yang akhirnya dapat membentuk self konsep diri, sehingga medan fenomenal hanya dapat diketahui oleh subyek yang mengalaminya sendiri sedangkan orang lain hanya dapat mengetahui pengalaman seseorang melalui kesimpulan atas dasar empatik {emphatic inference}. Pemahaman secara emptik sangat berguna dalam memahami medan fenomenal ini.

·         Organisme
Organisme merupakan keseluruhan totalitas individu yang meliputi pemikiran, perilaku, dan keadaan fisik. Organisme mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri. Organisme mungkin melambangkan pengalamannya sehingga hal itu disadari, atau mungkin juga organisme itu tidak memperdulikan pengalaman-pengalamannya.

Jadi, kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus menerus antara organisme, medan fenomenal dan self. Agar lebih memahami perkembangan kepribadian, Rogers mengemukakan secara gamblang tentang tiga dinamika kepribadian, yaitu sebagai berikut:
1.      Kecenderungan mengaktualisasi
Rogers beranggapan bahwa organisme manusia adalah unik dan memiliki kemampuan untuk mengarahkann mengatur, mengontrol dirinya dan mengembangkan potensinya. Kecenderungan mengaktualisasikan ini sifatnya terarah, konstruktif dan ada dalam kehidupannya. Kecenderungan mengaktualisasi sebagai daya dorong ( motive force ) individu, yang bersifat inherent, karena sudah dimiliki sejak dilahirkan, hal ini ditunjukan dengan kemampuan bayi untuk memberikn penilaian apa yang terasa baik (actualizing) dan yang terasa tidak baik (nonactualizing) terhadap peristiwa yang diterimanya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktualisasi diri merupakan proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi psikologi yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajarnya, khususnya dalam masa kanak-kanak dan aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembang hidup seseorang.
2.      Penghargaan positif dari orang lain
Self berkembang dari interaksi yang dilakukan organisme dengan realitas lingkungannya, dan hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi ndividu. Lingkngan sosial yang sangat berpengaruh adalah orang – orang yang bermakna baginya, seperti orang tua atau terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang positif, apabila di dalam berinteraksi itu mendapatkan penghargaan, penerimaan, dan cinta dari orang lain (positive regard). Tentunya penghargaan positif yang diberikan kepada individu tidak diberikan dengan cara memaksa atau bersyarat karena pemberian penghargaan yang bersyarat akan menghambat pertumbuhannya.

Jadi, setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan penghargaan, kehangatan, penerimaan, dan cinta dari orang lain. Kebutuhan ini dapat dikatakan sebagai “need for positive regard” tanpa sysrat atau tidak dengan cara memaksa sehingga individu dapat menerima dirinya sendiri dengan penuh kepercayaan.
3.      Person (individu) yang berfungsi secara utuh
Individu yang terpenuhi kebutuhannya yaitu individu memperoleh penghargaan positif tanpa syarat dan mampu menerima dirinya sendiri. Hal tersebut akan dapat mencapai kondisi yang kogruens i antara self dan pengalamannya, yang pada akhirnya individu akan dapat mencapai penyesuaian psikologi secara baik dan menjadi pribad i yang berfungsi secara sempurna {the fully functioning self}. Yang ditandai dengan keterbukaan terhadap pengalaman, percaya pada diri sendiri, dan dapat mengekspresikan perasaan-perasaan secara bebas, serta bertindak secara mandiri dan kreatif.



Daftar Pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar