A.
Pengertian
Terapi Humanistik Eksistensial
Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan
renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli
psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan
studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi
eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan
dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan
terapeutiknya eksistensialhumanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang
melandasiterapi. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu
landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas,
kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui
implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaanpertanyaan
dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan
pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada
tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses
pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi
potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta
utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.
Terapi eksistensial tidak terikat pada salah seorang
pelopor, akan tetapi eksistensial memiliki banyak pengembang, tetapi yang
populer adalah Victor Frankl, Rollo May, irvin Yalom, James Bugental, dan
Medard Boss. Eksistensialisme bersama-sama dengan psikologi humanistik, muncul
untuk merespon dehumanisasi yang timbul sebagai efek samping dari perkembangan
industri dan urbanisasi masyarakat. Pada waktu itu banyak orang membutuhkan
kekuatan untuk mengembalikan sense of humannes disamping untuk memecahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan kebermaknaan hidup, khususnya yang
berkaitan dengan upaya menghadapi kehancuran, isolasi, dan kematian.
B.
Tujuan
Humanistik Eksistensial
Tujuan mendasar eksistensial humanistik adalah
membantu individu menemukan nilai, makna, dan tujuan dalam hidup manusia
sendiri. Juga diarahkan untuk membantu klien agar menjadi lebih sadar bahwa
mereka memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak, dan kemudian membantu mereka
membuat pilihan hidup yang memungkinkannya dapat mengaktualisasikan diri dan
mencapai kehidupan yang bermakna.
Menurut Gerald Corey terapi eksistensial humanistik
bertujuan agar klien mengalami keberadaanya secara otentik dengan menjadi sadar
atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan
otentik, menyadari sepenuhnya keadaan sekarang, memilih bagaimana hidup pada
saat sekarang, dan memikul tanggung jawab untuk memilih. Pada dasar nya terapi
eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan
kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah
hidupnya.
C.
Konsep
Dasar Tentang Manusia
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada
diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada 5
pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling
menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli.
Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal,
melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang
kesemuanya berlandaskan konsepkonsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep
utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling,
yaitu:
1)
Kesadaran
Diri
Semakin kuat kesadaran
diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu.
Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas
didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia.
Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis
menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
2)
Kebebasan,
tanggung jawab, dan kecemasan
Kecemasan ekstensial
bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak
terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti
penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan
individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk
mengaktualkan potensi-potensinya.
3)
Penciptaan
Makna
Walaupun pada hakikatnya
sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam
suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam
menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi
dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha
untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya.
D.
Tema-Tema
dan Dalil-dalil Utama Eksistensial dan Penerapan-penerapan pada Praktek
Konseling
·
Dalil 1 : Kesadaran diri
Manusia memiliki
kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui
situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan
memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu membedakan manusia dari
makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas
keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka
ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard,
"Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh diri seseorang."
Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran,
seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. Sebagaimana
dinyatakan oleh May (1953), "Manusia adalah makhluk yang bisa menyadari
dan, oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”. Kesadaran bisa
dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda berjalan di lorong
yang di kedua sisinya terdapat 9 banyak pintu, Bayangkan bahwa Anda bisa
membuka beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka lebar-lebar.
Barangkali, jika Anda membuka satu pintu, Anda tidak akan menyukai apa yang
Anda temukan di dalamnya menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak, Anda bisa
menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi oleh keindahan. Anda mungkin berdebat
dengan diri sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau terbuka.
Apabila seorang konselor dihadapkan pada konseli yang kesadaran dirinya kurang
maka konselor harus menunjukkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan
untuk meningkatkan kesadaran diri. Dengan menjadi lebih sadar, konseli akan
lebih sulit untuk “ kembali ke rumah lagi “, menjadi orang yang seperti dulu
lagi. Dalam pengertian yang sesungguhnya, peningkatan kesadaran diri yang
mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor
yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah tujuan segenap
konseling.
·
Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung
jawab
Manusia adalah makhluk
yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di
antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasamya bebas, maka dia harus
bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri. Pendekatan
eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pad
a pusat ke beradaan manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus dari manusia,
maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia, sebab kesanggupan-k esanggupan
itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan eksistensial adalah bahwa
individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya
sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung
jawab atas jalan hid.up yang ditempuhnya. Tillich mengingatkan, "Manusia
benar-benar menjadi manusia hanya saat 10 mengambil putusan. Sartre mengatakan,
"Kita adalah pilihan kita." Nietzsche menjabarkan kebebasan sebagai
"kesanggupan untuk menjadi apa yang memang kita alami". Ungkapan
Kierkegaard, "memilih diri sendiri", menyiratkan bahwa seseorang
bertanggung jawab atas kehidupan dan keberadaannya. Sedangkan Jaspers
menyebutkan bahwa "kita adalah makhluk yang memutuskan". Tugas
konselor adalah mendorong konseli untuk belajar menanggung risiko terhadap
akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan
konseli dan membuatnya bergantung secara neurotik pada konselor. Konselor perlu
mengajari konseli bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun konseli boleh
jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari
kebebasan memilih.
·
Dalil 3: Keterpusatan dan kebutuhan
akan orang lain
Setiap individu
memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan tetapi pada saat yang sama ia
memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan
dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang
lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian dan mengalamin keterasingan. Kita
masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni
menemukan identitas pribadi kita. Akan tetapi, penemuan siapa kita sesungguhnya
bukanlah suatu proses yang otomatis; ia membutuhkan keberanian. Secara
paradoksal kita juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk keluar dari keberadaan
kita. Kita membutuhkan hubungan dengan keberadaan-keberadaan yang lain. Kita
harus memberikan diri kita kepada orang lain dan terlibat dengan mereka. Usaha
menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian.
Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti
dari ada kita. Salah satu ketakutan terbesar dari para konseli adalah bahwa
mereka akan tidak 11 menemukan diri mereka. Mereka hanya menganggap bahwa
mereka bukan siapa-siapa. Para konselor eksistensial bisa memulai dengan
meminta kepada para konselinya untuk mengakui perasaannya sendiri. Sekali
konseli menunjukan keberanian untuk mengakui ketakutannya, mengungkapkan
ketakutan dengan kata-kata dan membaginya, maka ketakutan itu tidak akan begitu
menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi konselor adalah mengajak konseli
untuk menerima cara-cara dia hidup di luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi
cara-cara untuk keluar dari pusatnya sendiri. Kebutuhan akan diri berkaitan
dengan kebutuhan menjalani hubungan yang bermakna dengan orang lain. Jiks kita
hidup dalam isolasi dan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan orang lain
maka kita mengalami perasaan terabaikan, terasingkan, dan terkucilkan.
·
Dalil 4 : Pencarian makna
Salah satu
karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangannya untuk merasakan arti
dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan
identitas pribadi. Biasanya konflik-konflik yang mendasari sehingga membawa
orang-orang ke dalam konseling adalah dilema-dilema yang berkisar pada
pertanyaan-pertanyaan eksistensial: Mengapa saya berada? Apa yang saya inginkan
dari hidup? Apa maksud dan makna hidup saya? Konseling eksistensial bisa
menyediakan kerangka konseptual untuk membantu konseli dalam usahanya mencari
makna hidup. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan oleh konselor kepada
konseli adalah: 'Apakah Anda menyukai arah hidup Anda? Apakah Anda puas atas
apa Anda sekarang dan akan menjadi apa Anda nanti? Apakah Anda aktif melakukan
sesuatu yang akan mendekatkan Anda pada ideal-diri Anda? Apakah Anda mengetahui
apa yang Anda inginkan? Jika Anda bingung 12 mengenai siapa Anda dan apa yang
Anda inginkan, apa yang Anda lakukan untuk memperoleh kejelasan? Salah satu
masalah dalam konseling adalah penyisihan nilai-nilai tradisional (dan
nilai-nilai yang dialihkan kepada seseorang) tanpa disertai penemuan
nilai-nilai lain yang sesuai untuk menggantikannya. Tugas konselor dalam proses
konseling adalah membantu konseli dalam menciptakan suatu sistem nilai
berlandaskan cara hidup yang konsisten dengan cara ada-nya konseli. Konselor
harus menaruh kepercayaan terhadap kesanggupan konseli dalam menemukan sistem
nilai yang bersumber pada dirinya sendiri dan yang memungkinkan hidupnya
bermakna. Konseli tidak diragukan lagi akan bingung dan mengalami kecemasan
sebagai akibat tidak adanya ni1ai-nilai yang jelas. Kepercayaan konselor
terhadap konseli adalah variabel yang penting dalam mengajari konseli agar
mempercayai kesanggupannya sendiri dalam menemukan sumber nilai-nilai baru dari
dalam dirinya.
·
Dalil 5 : Kecemasan sebagai syarat
hidup
Kecemasan adalah suatu
karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan sesuatu yang
patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasi yang kuat untuk
pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab untuk
memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami
kecemasan atau depresi. Banyak konseli yang memasuki kantor konselor disertai
harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan
memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang
berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja tidak semata-mata untuk
menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi kecemasan. Sebenamya, konselor
eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tak diharapkan. Ia akan
bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk sementara konseli bisa mengalami
peningkatan taraf kecemasan. Pertanyaanpertanyaan yang bisa diajukan adalah:
Bagaimana konseli mengatasi kecemasan? Apakah kecemasan merupakan fungsi dari
pertumbuhan ataukah fungsi kebergantungan pada tingkah laku neurotik? Apakah
konseli menunjukkan keberanian untuk membiarkan dirinya menghadapi kecemasan
atas hal-hal yang tidak dikenalnya? Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang
produktif, baik konseling individual maupun konseling kelompok. Jika konseli
tidak mengalami kecemasan, maka motivasinya untuk berubah akan rendah.
Kecemasan dapat ditransformasikan ke dalam energi yang dibutuhkan untuk
bertahan menghadapi risiko bereksperimen dengan tingkah laku baru.
Implikasi-implikasi konseling bagi kecemasan. Kebanyakan orang mencari bantuan
profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi banyak klien yang
memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut
penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk
mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial tidak
semata-mata untuk menghilangi gejala-gejala atau kecemasan. Konselor
eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tidak diharapkan.
Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif baik konseling individual
maupun konseling kelompok. Kecemasan dapat ditransformasikan kedalam energi
yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi resiko bereksperimen dengan tingkah
laku baru.
·
Dalil 6: Kesadarau atas kematian
dan non-ada
Kesadaran atas kematian
adalah kondisi manusia yang mendasar, yang memberikan makna kepada hidup.
Frankl (1965) sejalan dengan May menyebutkan bahwa kematian memberikan makna
kepada keberadaan manusia. Jika kita tidak akan pernah mati, maka kita bisa
menunda tindakan untuk selamanya. Akan tetapi, karena kita terbatas, apa yang
kita 14 lakukan sekarang memiliki arti khusus. Bagi Frankl, yang menentukan
kebermaknaan hidup seseorang bukan lamanya, melainkan bagaimana orang itu
hidup.
·
Dalil 7 Perjuangan untuk
aktualisasi diri
Manusia berjuang untuk
aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk menjadi apa saja yang mereka mampu.
Setiap orang memiliki dorongan bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni
mereka memiliki kecenderungran kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan,
penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensipotensinya
secara penuh. Jika seseorang mampu mengaktualkan potensipotensinya sebagai
pribadi, maka dia akan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai
oleh manusia, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat. Alam
seolah-olah berkata kepada kita, "Kamu harus menjadi apa saja yang kamu
bisa." Menjadi sesuatu memerlukan keberanian. Dan apakah kita ingin
menjadi sesuatu atau tidak menjadi sesuatu adalah pilihan kita. Maslow
merancang suatu studi yang menggunakan subjek-subjek yang terdiri dari
orang-orang yang mengaktualkan diri. Beberapa ciri yang ditemukan oleh Maslow
(1968, 1970) pada orang-orang yang mengaktualkan diri itu adalah: kesanggupan
menoleransi dan bahkan menyambut ketidaktentuan dalam hidup mereka, penerimaan
terhadap diri sendiri dan orang lain, kespontanan dan kreatifitas, kebutuhan
akan privacy dan kesendirian, otomoni, kesanggupan menjalin hubungan
interpersonal yang mendalam dan intens, perhatian yang tulus terhadap orang
lain, rasa humor, keterarahan kepada diri sendiri (kebalikan dari kecenderungan
untuk hidup berdasarkan pengharapan orang lain), dan tidak adanya
dikotomi-dikotomi yang artifisial (seperti kerja-bermain, cinta-benci,
lemah-kuat). 15 Dalil Maslow tentang aktualisasi diri memiliki
implikasi-implikasi yang jelas bagi praktek psikologi konseling sebab tendensi
kearah pertumbuhan dan aktualisasi merangkum kekuatan utama yang menggerakkan
proses terapeutik. Menurut kodratnya manusia memiliki dorongan yang sangat kuat
kearah aktualisasi diri dan ingin mencapai lebih dari sekedar keberadaan yang
aman tetapi Statis Carl Rogers (1961), seorang tokoh utama dalam menciptakan
psikologi humanistik, membangun teori dan praktek di atas konsep tentang :
“Pribadi Yang Berfungsi Penuh”, yang sangat mirip dengan “ Orang yang
Mengaktualkan Diri” yang dikemukakan oleh Maslow.
E.
Proses
Konseling atau proses terapeutik
Ada
tiga tahap proses konseling yaitu
1) Konselor
membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka
tentang dunia. Konseli diajak untuk mendefinisikan dan menayakan tentang cara
mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka
meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesalahannya.
Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu awalnya
mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana
caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri.
2) Konseli didorong semangatnya untuk lebih dalam
lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi
diri ini biasanya membawa konseli ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi
dari nilai dan sikap mereka. Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan
jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan
gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal mereka.
3) Konseling
eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang
telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah
memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara pengaplikasikan nilai hasil
penelitian dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan
jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani konsistensi
kehidupannya yang memiliki tujuan.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar