Kamis, 29 Oktober 2015

Mempengaruhi Perilaku

A.    Pengaruh dan Emosi
Mungkin ide yang paling penting di dalam keseluruhan ini ialah bahwa apabila A bermaksud mempengaruhi B, maka sebaiknya ia menyadari bahwa ia sedang melaksanakan tugas emosional sebagai tugas intelektual; bahwa perubahan – pada individu, organisasi, masyarakat – selalu meliputi komponenyang luas dari emosionalitas. Memang, sebagian besar pendidikan telah mengajarkan agar kita percaya bahwa kita mempengaruhi orang melalui akal sehat, atau sekurang-kurangnya kita harus demikian. Orang harus dibujuk dengan fakta-fakta, dengan bukti, dengan kebenaran. Tetapi suatu pengamatan terhadap kenyataan akanmemperlihatkan kepada kita bahwa pada sebagian besar masalah, akal hanyalahmerupakan suatu komponen yangkecil saja dari proses. Kebanyakan kita menerima atau menolak ide-ide baru ataumerubah perliaku kita sebagai hal yang lebihmerupakan jawaban terhadap perasaan-perasaan daripada terhadap fakta-fakta. Kita berubah karena ditakut-takuti atau dirayu atau disayangi atau diancam. Pembaca yang sepenuh hati peracay kepada logika dan akal mungkin enggan menerima kenyataan bahwa sebagian orang lebih dipengaruhi oleh emosi ketimbang oleh akal. Tetapi hal itu memberikan kepada kita alas an yang lebih kuatagar kita bekerja kea rah suatu dunia yang lebihapi hal itu memberikan kepada kita alas an yang lebih kuatagar kita bekerja kea rah suatu dunia yang lebih rasional. Akan tetapi, adalah penting. Sekalipun bagi pembaca yang paling rasional agar memperhatikan secara rasional segi yang positif. Bahkan segi yang layak dari emosionalitas. Tentu saja ada segi setia. Atau tanpa rasa cinta terhadap orang yang dekat dengan kita, atau melepaskan diri dari tanggung jawan moral, sekalipun jika akal yang murni mungkin menuntun kita ke temat lain.
Maka jika kita menyatakan bahwa senagian besar perubahan dari pengaruh adalah merupakan proses emosional, kita juga melakukannya tanpa menyesal ataupun tanpa sikap sinis. Cinta, tanggung jawab, dan kesetiaan tidak perlu dianggap sebagai ketidaksempurnaan dan keributan dalam hal ikhwal manusia (hal itu bisa dilihat).

B.     Motivasi si pengubah

A (isi pengubah)                                                          B (orang yang diubah)

                 

 Hubungan

Suatu keanehan manusia yang berusaha mengubah orang lain dalam hal kesediaan mereka untuk melaksanakan pekerjaan itu tanpa banyak berpikir tentang tujuan mereka sendiri atau motif mereka sendiri. Seorang teman saya baru-baru ini menceritakan kepada saya tentang usahanya yang keras untuk membuat anak perempuannya berhenti mengisap ibu jari. Sudah sejak lama ia mengkhawatirkan hal itu dan ia telah pergi ke dokter keluarga. Dokter telah memeriksa anak itu dan ia tidak menemukan sesuatu kerusakan fisik, dan menasihatkan kepada sang ayah agar melupakan masalah tersebut.
      Tetapi tatkalaanak itu telah berumur kira-kira tiga tahun, sang ayah mulai mengkhawatirkan lagi tentang hal tersebut. Katanya, ia khawatir tentang akibat mengisap ibu jari terhadap gigi dan rahanya. Pada waktu itu, ia membawa anaknya kepada seorang psikiater, yang telah berbicara dengan anak tersebut beberapa waktu lamanya dan menghasilkan saran yang sama dengan yang telah diberikan oleh dokter keluarganya: yaitu agar ia melupakan masalah tersebut ; karena anak itu akan sembuh dengan sendirinya.

      Enam bulan kemudian sang ayah memutuskan dengan caranya senriri untuk mencoba beberapa metode yang popular untuk menghentikan pengisapan jempol itu. Ia menaruh semacam bahan yang rasanya tidak enak pada ibu jari anaknya; ia memukulnya; dan ia memakaikan sarung tangan. Tetapi metode ini tidak berhasil juga.

Sumber: Leavitt, Harold J. (1997). Psikologi manajemen. Jakarta: Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar